Seven Sense LSC membantu mengenali potensi individu yang dimiliki secara lebih akurat.
 

Our Blog

“Ayah, tadi di pasar ada maling. Kata orang, malingnya mencuri sepedanya tukang pisang. Terus malingnya dipukuli orang-orang. Tapi sebetulnya maling itu apa sih, Yah?”

Kalimat tersebut bukanlah tidak mungkin diucapkan oleh anak berusia sekitar 3 tahun. Tentu, ada beberapa anak yang memiliki keterampilan berbahasa melebihi anak seusianya. Anak-anak seperti inilah yang dikatakan Howard Gardner dalam teori multiple intelligence memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi.

 

Keterampilan semacam itu memang tidak terjadi dengan sendirinya. Akarnya bermula ketika anak mulai babbling yang kemudian dilanjutkan dengan etika ia mencoba mengucapkan kata di usia kira-kira satu tahun. Kemudian, kemampuan berbahasa anak meningkat di tahun kedua usianya, ketika ia mulai belajar mengucap kalimat-kalimat, menggunakan kata dengan tepat dan efektif.

 

Orang tua kerap menganggap bahwa anaknya yang masih balita tetapi sudah terampil berbicara atau pintar sekali berbicara, berarti cerdas dalam segala hal. Memang, keterampilan berbahasa menuntut kemampuan menyimpan berbagai informasi, yang berkaitan dengan dengan proses berpikir.

 

Berbahasa berkaitan erat dengan proses berpikir. Berbahasa dalam arti berbicara, akan menyangkut logika. Yakni, bagaimana seorang anak merangkai urutan peristiwa menjadi informasi yang ingin ia sampaikan, dengan menggunakan kata yang tepat untuk membentuk kalimat yang efektif sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. Ini tentunya melibatkan keterampilan berpikir. 

 

Namun, anak yang cerdas berbahasa bukan jaminan juga ia cerdas di bidang lain, seperti cerdas logika-matematika, cerdas musik, atau cerdas gerakan tubuh. Demikian pula sebaliknya, anak yang cerdas di satu bidang yang lain, belum tentu cerdas di bidang linguistik.

 

Contoh paling nyata adalah Albert Einstein, yang di masa kecilnya mengalami keterlambatan bicara. Ia baru benar-benar dapat berbicara di usia 10 tahun. Namun begitu, bukan berarti Einstein tidak melakukan pengamatan apapun di lingkungannya. Justru dalam diamnya, ia lebih cermat mengamati dan mengkonseptualisasi dunia, sampai ditemukannya teori relativitas yang menggemparkan di zamannya yang hingga kini masih digunakan.

 

Kesulitan berbahasa memang biasa dihadapi anak-anak. Tidak sedikit anak walau normal sekalipun, menunjukkan kesulitan tertentu dalam belajar berbahasa. Kadang-kadang kesulitan berbahasa berkaitan dengan pendengaran, sehingga ia kesulitan dalam menangkap sederet fonem yang diucapkan dengan cepat. Anak-anak seringkali tidak hanya bermasalah dalam memahami, tetapi juga bermasalah dalam mengartikulasikannya secara tepat. Misalnya saja, berbicara seperti bergumam, suara bergetar dan mengucapkan beberapa huruf dengan tidak sempurna, atau intonasi nada terlalu tinggi maupun rendah.

 

Sekalipun banyak anak menunjukkan kesulitan pada aspek fonologi (bunyi huruf), salah satu masalah yang juga ditemui anak adalah melemahnya komponen bahasa yang lain, seperti ketidakpekaannya di bidang tata bahasa yang diperolehnya dengan menirukan kalimat. Misalnya anak berniat mengatakan “Mereka tidak mau main sama aku”, tetapi yang diucapkan adalah “Mereka tidak main sama aku”.

 

Seorang anak yang memiliki kecerdasan linguistik di atas rata-rata, tidak akan menemui kesulitan dalam berbahasa, baik bahasa verbal maupun tulisan. Anak-anak dengan kecerdasan linguistiknya yang menonjol ditandai dengan beberapa hal. Mereka umumnya senang mendengarkan cerita, senang bercerita, senang bermain peran, dan permainan yang berhubungan dengan kata-kata seperti bermain tebak kata. Anak-anak yang memiliki kecerdasan menonjol di bidang ini memiliki kepekaan terhadap suara, arti dan irama kata-kata.

 

Bagaimana cara menstimulasi kecerdasan linguistik anak?

Kemampuan berbahasa bersifat umum dan perkembangannya pada setiap anak kurang lebih sama di setiap daerah. Yang berbeda adalah tingkat penguasaan bahasa pada setiap anak. Ana dikatakan memiliki kecerdasan linguistik di atas rata-rata, kelak akan menguasai beberapa bahasa dengan mudah. Anak-anak yang memiliki kecerdasan linguistik menonjol memiliki kemampuan menggunakan bahasa secara efektif dalam mengekspresikan diri, baik secara lisan maupun tertulis bila ia sudah dapat menulis.

 

Lathan dan rangsangan yang dilakukan terus menerus oleh orang tua diyakini dapat mengembangkan keterampilan berbahasa anak, sekalipun ia tidak memiliki potensi linguistik yang tinggi. Meskipun hasilnya tidak sebaik anak-anak yang memiliki potensi pada linguistik, tidak ada salahnya apabila stimulasi diberikan kepada anak.

Kapan potensi itu dapat mulai dikembangkan? Jawabannya adalah sedini mungkin. Caranya tentu saja berbeda pada tiap usia dan fase perkembangan anak. Beberapa kegiatan berikut ini dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuan berbahasa anak dengan kecerdasan linguistik di bawah rata-rata, rata-rata, maupun di atas rata-rata. 

 

Mengajak anak bicara

Mengajak anak berbicara merupakan rangsang yang paling sederhana yang dapat dilakukan orang tua untuk mengasah kecerdasan linguistik buah hatinya. Bayi baru lahir, misalnya, memiliki pendengaran yang cukup baik. ini terbukti saat ia bisa sangat terkejut atau menangis keras ketika mendengar suara dengan volume yang sangat keras. Sementara, ketika mendengar suara yang lembut, bayi akan menjadi tenang  bahkan kadang-kadang tertidur. Tetapi dari sekian banyak suara yang ia dengar, suara manusia, terutama suara ibu nya lah yang paling menarik. 

 

Seorang ibu atau ayah dapat berkomunikasi dan menstimulasi anak dengan banyak cara. Menyentuh sambil berkata, “ini mata”, atau “ini hidung”, dan “ini mulut kamu”. Meskipun bayi hanya mendengarkan, ia memahami bahwa bunyi merupakan unsur penting dalam bahasa. Kemudian di usia 6 bulan, bayi mulai meniru bunyi-bunyi yang didengarnya dari pembicaraan orang-orang di sekitarnya.

 

Terus menerus mengajak anak berbicara merupakan langkah awal melatih anak berbicara. Apalagi, berbicara memang merupakan unsur penting dalam berkomunikasi dan mengembangkan keterampilan sosial.

 

Membacakan cerita
Membacakan cerita atau mendongeng dapat dilakukan kapan saja, bahkan sejak bayi sekalipun. Bayi baru lahir memang belum paham betul apa yang kita bacakan. Tetapi, ia dapat merasakan kehangatan ketika kita memeluknya dan mendengar suara kita saat membacakan buku. Dua hal ini biasanya akan membuat bayi memusatkan perhatiannya dengan penuh perasaan.

 

Masih banyak waktu yang dibutuhkan anak untuk menjadi seorang pembaca yang sesungguhnya. Tetapi di usia prasekolah, anak yang terbiasa mendengarkan cerita akan bereksperimen dengan kata-kata, ia akan mencoba meniru membaca lebih dini dibanding anak yang tidak pernah dibacakan cerita.

 

Ekspresi wajah orang dewasa dengan berbagai intonasi emosi saat membacakan cerita, dapat mengarahkan anak menjadi lebih mandiri dalam mengeksplorasi bacaan. Mungkin ia akan pura-pura membaca, dan pendengarnya adalah boneka ataupun mainan kesayangannya.

 

Bermain huruf dan angka

Saat anak sudah mengenal huruf dan angka, ia dapat diajak melakukan permainan huruf dan angka. Dengan peralatan sederhana, misalnya koran dan pensil, mintalah ia melingkari huruf “A” yang ada di koran. Hal yang sama juga dapat dilakukan pada angka. Seiring dengan pemahaman anak akan penggunaan huruf pada kata, ajaklah ia bermain Tebak Kata. Misalnya menyebutkan benda yang bermula dengan huruf “A”.

 

Bermain huruf dan angka, dapat dilakukan dengan cara lain. Kartu-kartu bergambar binatang yang diawali dengan huruf “A, B, C” dan seterusnya, dapat kita berikan kepada anak. Kita juga dapat menanyakan pada anak, misalnya huruf apa yang mengawali kata “bebek” atau “cicak”.

 

Anak usia kira-kira 3 tahun sangat gemar bermain tebak kata. Kita dapat menguraikan ciri-ciri binatang, buah atau bunga, kemudian meminta anak menyebutkan namanya. Misalnya, “buahnya besar berduri tajam. Namanya diawali dengan huruf D. Ayah dan kakak suka sekali, tetapi kamu tidak suka baunya.” Kemudian, beri giliran pada anak untuk menguraikan nama binatang, buah atau bunga yang diketahuinya, dan kita yang menebaknya.

 

Permainan ini selain mengajak anak mengenali huruf, juga dapat menambah perbendaharaan kata-katanya. Penambahan perbendaharaan kata sangat membantu anak dalam berbicara, agar ia tidak sering kehilangan kata-kata.

 

Merangkai cerita

Sebelum dapat membaca tulisan, anak-anak umumnya gemar “membaca” gambar. Kita dapat mengajak anak untuk bercerita tentang gambar-gambar yang kita potong dari koran atau majalah, misalnya. Biarkan anak mengungkapkan apa yang ia pikirkan tentang gambar itu. Ajak pula ia menyusun gambar-gambar menjadi rangkaian cerita.

 

Membiarkan anak bercerita tentang pengalamannya hari itu, juga dapat merangsang anak mengembangkan keterampilannya berbicara. Di usia 5 tahun, ketika ia mulai belajar menulis, kita dapat memberinya sebuah pensil dan buku. Latihlah anak untuk mengungkapkan perasaannya, dengan tulisan satu kalimat. Misalnya, “Hari ini aku merasa senang.”

 

Sejalan dengan pertambahan usia dan kemampuannya menulis, kita dapat meminta anak menulis lebih banyak. Misalnya, menulis pengalamannya hari itu yang menyenangkan dan menjengkelkan. Kegiatan ini dapat melatih anak menuliskan buah pikirannya dengan runtut karena kecerdasan linguistik tidak melulu berbicara, tetapi juga menulis. 

 

Berdiskusi

Berbagai hal di sekitar kita dapat didiskusikan dengan anak. Kita dapat bertanya kepadanya tentang sekelilingnya. Misalnya saja saat kita berdua melihat seekor kucing, kita bertanya kepada anak, “Kucing itu punya anak nggak ya? Kira-kira tinggal di mana ibu kucing itu dengan anaknya?”, mungkin ia punya pendapat sendiri. Apapun pendapatnya, hargai isi pembicaraannya. 

 

Membicarakan perasaan, selain mengasah kecerdasan linguistik, juga melatih anak untuk mengendalikan emosi. Semakin terampil anak mengemukakan perasaannya, semakin tinggi kemampuannya mengendalikan emosi. Melatih anak membicarakan perasaannya, ia tidak hanya cerdas secara linguistik, tetapi kecerdasan emosi juga diraihnya.

 

Bermain peran

Ajaklah anak melakukan suatu adegan seperti yang pernah ia alami saat berkunjung ke dokter, misalnya. Anak menjadi dokter dan Anda menjadi pasien. Tentu peran ini dapat bertukar kemudian. 

 

Lakukanlah dialog dengan misalnya, “Bapak sakit apa?” mintalah anak menjawab. Bila ia masih tak mengerti berilah bantuan, seperti “Coba Kiki jawab, misalnya Kiki sekarang sakit pilek....” ciptakanlah dialog lain dengan kegiatan yang pernah anak alami atau ketahui dari cerita ataupun film.

 

Memperdengarkan lagu anak-anak

Perkenalkanlah anak tentang lagu anak-anak yang sedang beredar. Ajaklah ia ikut bernyanyi dengan penyanyi yang mendengarkan lagu dari kaset yang diputar. Lakukanlah berulang kali di hari-hari selanjutnya. Tentu Anda perlu pula melihat minat dan suasana hati anak saat itu. Melalui lagu, Anda juga dapat melakukan permainan mengelilingi meja dan berebut kursi, misalnya. Kegiatan ini niscaya dapat menyenangkan buah hati Anda.

 

Masih banyak cara lain untuk meningkatkan kecerdasan linguistik, merupakan tugas orangtua untuk mengembangkan kecerdasan berbahasa anak. Yuk Parents, jangan pernah berhenti eksplorasi untuk bisa mengoptimalkan anak, karena kejelian orang tua menjadi kunci penting untuk mengasah kecerdasan linguistik anak. (AR)