Apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata berhitung? Jangan terkejut dulu, ketika mendengar kata berhitung, terutama berhitung pada anak prasekolah. Berhitung sebenarnya bukanlah sesuatu yang asing bagi mereka. Ilmu yang satu ini pada dasarnya sudah mereka kenal sejak lama dan berhubungan dengan kegiatannya sehari-hari. Ketika hendak mengambil ancang-ancang berlari, misalnya. Anak yang berusia 2 tahun pun sudah bisa menghitung satu sampai tiga. Atau menghitung anggota tubuhnya, mata ada dua, misalnya. Jari-jari ada sepuluh, dan sebagainya.
Memasuki usia prasekolah, anak sudah mampu menghadapi masalah hitung yang lebih kompleks, sejalan dengan kemampuan pengamatannya yang semakin detil. Kini anak tidak akan puas mendengar jawaban seperti “Nenek ke sini lagi masih lama”, tetapi menuntut yang lebih rinci lagi terkait “waktu” tersebut. “Dua hari lagi? atau seminggu lagi, Ma?” Semua itu menunjukkan kepekaan dan minat belajar anak yang semakin besar.
Dengan begitu, seperti halnya membaca, berhitung juga bisa diajarkan pada anak prasekolah. Asalkan saja tidak dengan cara memaksa. Pada anak prasekolah, ada beberapa dasar berhitung yang meski dalam batas sederhana, bisa diajarkan pada mereka sambil bermain. Dasar tersebut antara lain:
Pengukuran
Untuk mengenalkan anak pada konsep pengukuran, kita dapat memulainya dengan berbagai pertanyaan: Berapa banyak? Berapa jauh jaraknya? Berapa beratnya? Atau bisa juga dengan mengajaknya melakukan ukuran. Misalnya saja, menaruh biji-bijian seperti kacang hijau, jagung serta kacang tanah. Letakkan biji-bijian tersebut di kaleng kecil, kemudian kita dapat meminta anak mencoba menimbang-nimbangnya dengan tangan, dan tanyakan mana kaleng yang lebih berat?
Cara lain yang bisa kita lakukan bersama anak untuk memperkenalkan ukuran adalah dengan mengukur tinggi badan anggota keluarga, kemudian membandingkannya satu sama lain. siapa lebih tinggi dari siapa, siapa yang tertinggi, siapa yang terendah dan perbandingan-perbandingan lain yang bisa kita ciptakan bersama anak.
Klasifikasi
Ajaklah mereka untuk memilih mainan yang tadinya disimpan bercampur-baur.. SImpan menurut jenisnya. Misalnya saja, sedan dan truk dijadikan satu dengan jenis mobil-mobilan lainnya, kerang dengan kerang, dan seterusnya. Atau, bisa juga disimpan sesuai dengan bentuk, warna, dan jenis permainannya.
Mengenal angka
Banyak kesempatan yang bisa kita manfaatkan untuk mengenalkan konsep angka kepada anak. Misalnya saja, menghitung jumlah kancing dan lubangnya, ketika anak memakai baju. Atau bisa juga menghitung langkah masing-masing kemudian bandingkan jumlahnya dalam jarak yang sama. Untuk mengenalkan “tulisan angka”, bisa juga dikenalkan dengan cara memperlihatkan angka-angka yang terpampang di billboard jalan raya atau di buku bacaan, majalah atau koran.
Menghitung uang
Anak-anak biasanya senang diajak bermain jual-jualan. Ajari mereka memberi harga pada “barang dagangannya”, buat uang-uangan, dan tanya berapa harganya, berapa kembaliannya.
Memecahkan masalah
Dalam hal ini, janganlah kita mengharapkan jalan keluar seperti pemikiran orang dewasa. Cobalah dengan hal-hal sederhana, misalnya saja, “Bagaimana caranya membawa semua mainan ini keluar, ya? Berapa kali kita harus mondar-mandir?” Atau “Kalau ibu beri kalian berdua (bisa disesuaikan dengan jumlah anak ataupun jumlah teman sebayanya) masing-masing sebuah biskuit, berapa biskuit yang harus Ibu ambil?”
Sebenarnya, dasar dari kelima permainan di atas adalah kata-kata seperti: lebih besar, lebih kecil, lebih, kurang, yang pertama, yang terakhir, sama bentuknya, sama jumlahnya, seperti, atau kira-kira. Apabila kita sering menggunakan kata-kata itu dalam kegiatan sehari-hari, ini merupakan cara terbaik untuk mengajarkan anak mengenal arti kata yang erat kaitannya dengan konsep berhitung. Misalnya, “bola biru itu lebih kecil dibanding bola yang merah”. Atau “kelerengmu lebih banyak dari kelereng kakak”. Bukankah itu dasar-dasar dari berhitung?
Setelah pemahaman tentang konsep berhitung muncul, anak juga harus memahami bahwa jumlah itu tetap sama, sekalipun disusun dengan bentuk yang berbeda, yang disebut juga conservation. Sebagai contoh, sekalipun sepuluh mobil-mobilan diatur dengan cara berbeda, disusun berbaris atau dikelompokkan misalnya, jumlahnya akan tetap sama. Setelah anak dapat memahami ini, maka berkembang lagi pemahaman lain, yaitu equivalence atau persamaan. Hal ini muncul setelah anak tahu bahwa dua baris mobilan yang disusun dihadapannya berjumlah sama, misalnya sepuluh, tanpa perlu dihitung lagi.
Melalui beragam pengalaman dan sejalan dengan meningkatknya proses belajar, pemahaman anak tentang konsep bilangan dan jumlah pun akan semakin berkembang. Bagaimana Parents setelah membaca artikel ini? Bukankah secara tidak sengaja dan tidak langsung kita sudah menerapkan dalam keseharian kita? Tetap semangat ya, untuk membuat anak kita memahami konsep dasar berhitung :). (AR)